Selasa, 18 Juni 2013

(1) Struktur Produksi, Distribusi, Pendapatan dan Kemiskinan (2) APBN (3) Neraca Pembayaran



I. STRUKTUR PRODUKSI,DISTRIBUSI,PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

1. Struktur Produksi

Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
·         Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
·         Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
·         Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.

2. Pendapatan Nasional

               Pendapatan Nasional dapat diartikan suatu angkaatau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, atau pendapatan yang dihasilkan semua pelaku/ sektor ekonomi dari suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.
Menghitung Pendapatan Nasional Indonesia Dengan Pendapatan Produksi (GDP).
               GDP (Gross Domestic Product) Atau Produksi Domestik Bruto adalah pendapatan nasional yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakuan oleh semua sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu.
               Yang perlu diingat saat perhitungan tersebut jangan sampai terjadi perhitungan ganda (double counting) yang apat menyebabkan pendapatan nasional (GDP) tampak lebih besar, hal ini akan merugikan karena Indonesia akan tampak cukup maju dan makmur sehingga bantuan luar negeri akan dialihkan ke Negara yang lebih membutuhkan. Padahal sebenarnya kita membutuhkan bantuan tersebut untuk dana pembangunan.
Menghitung Pendapatan Nasional Indonesia Dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP).
               GNP (Gross National Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya diperoleh dari menjumlahkan semua pelaku/sektor ekonomi di Indonesia, yang berwarganegara Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Cara memperoleh GNP berbeda dengan GDP, jika GDP dibatasi oleh wilayah sedangkan GNP dibatasi oleh kewarganegaraan. Artinya nilai pengeluaran tersebut dihitung dari pelaku ekonomi yang berkewarganegaraan Indonesia saja.

3. Distribusi Pendapatan Nasional & Kemiskinan

Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:
1.     Kemalasan.
2.     Kebodohan dan pemborosan.
3.     Bencana alam.
4.     Kejahatan, misalnya dirampok
5.     Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik genetika orang tua, tempat lahir, kondisi orang tua yang miskin

Sumber :

http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab4-struktur_produksi_distribusi_pendapatan_dan_kemiskinan.pdf
 http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/04/26/struktur-produksi-distribusi-pendapatan-dan-kemiskinan


2. ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN)

1.      Fungsi APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi
Dana investasi :
-          Swasta : tabungan รจ bank kredit
-          Pemerintah : PDN, PR = TP
(Lampiran APBN: hitung angka-angka yang bersangkutan)

2.      Fungsi APBN sebagai alat stabilisasi ekonomi
Artinya melalui kombinasi penerimaan dan pengeluaran dalam APBN, ekonomi besar tumbuh sesuai ssumbe daya yang ada, tanpa menimbulkan inflasi dan pengangguran.

3.      Defisit APBN : pengeluaran negara – penerimaan
Pos-pos untuk menutup :
a.       Pembiayaan dalam negeri : - Perbankan - Non Perbankan
b.      Pembayaran Luar Negeri :   - Penarikan Pinjaman Bruto - Minus cicilan pokok hutang

·         Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 antara lain menegaskan bahwa pemerintah harus menyusun anggaran moneter yang terdiri dari empat komponen, yaitu : a) Anggaran rutin, b) Anggaran pembangunan, c) Anggaran kredit dan d) Anggaran devisa.
·         Dari empat komponen anggaran ini yang ditetapkann dengan undang-undang tiap tahun hanya komponen : a) angggaran rutin dan b) anggaran pembangunan, yang kita kenal dengan undang-undang APBN.
·         Mengenai komponen c) anggaran kredit dan d) anggaran devisa, sejak Order Baru tidak lagi ditetapkan dengan udang-undang.
·     Dalam perencanaan anggaran rutin yang pegang peranan adalah Mentgeri Keuangan dengan aparatnya Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan perencanaan anggaran pembangunan yang pegang peranan adalah ketua BAPPENAS. Mengenai anggaran kredit dan anggaran deivsa yang sekarang merupakan prognosa, perencanaannya ditangan Gubernur Bank Indonesia.
(Suparmoko, 1992).

A.      Fungsi dan Peran APBN
·         APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi  dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahuns ering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
·         Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah pasti mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary). Timbullah gagasan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi (Suparmoko, 1992).
·         Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi melalui indikator APBN dapat dianalisis seberarpa jauh peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian nasional (Suseno, 1995).

1.      APBN Sebagai Alat Mobilisasi Dana Investasi
·         Sumber dana investasi beasal dari tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata (perusahaan) berasal dari tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga keuangan bank. Sedangkan sumber dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
·         Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Bagian terbesar dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak. Untuk APBN 2001 dan 2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54 triliun (61,72%) dan Rp 214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan, namuin rasionaya terhadap PDB hampir sama  yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di bawah target 13,00%.
·         Tahun 2001 terbentuk tabungan pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya penerimaan dalam negeri Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92 triliun. Sedang tahun 2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun, karena penerimaan dalam negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun menjadi Rp 200,38 triliun.

2.      APBN sebagai Alat Stabilisasi Ekonomi
·         Pemerintah Orde Baru telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
1)     Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
2)     Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3)     Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4)     Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.
5)     Kebijaksanaann anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri. (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)

3.      Dampak APBN terhadap Perekonomian
Ada beberapa cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya. Tergantung pada tujuan analisa kita, suatu tolok ukur mungkin lebih cocok dari tolok ukur yang lain. Ada empat tolok ukur dampak APBN, yaitu : saldo anggaran keseluruhan konsep nilai bersih,d efisit domestik dan defisit moneter (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).

a.       Saldo Anggaran Keseluruhan 
·         Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai : 
G – T = B = Bn + Bb + Bf ………………………… (1)

Catatan :
G      =      Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T      =   Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B      =   Pinjaman total pemerintah
Bn   =   Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb   =   Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf    =   Pinjaman pemerintah dari luar negeri

·         Pemerintah Orba tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi :

G – T = B = Bb + Bf        ……………………………………… (2)

·         Tapi APBN di masa Orba dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang  :

G – T – B = 0                   ……………………………………… (3)

·         Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhann defisit dibiayai melalui:
-          Pembiayaan Dalam Negeri :
ร˜  Perbankan Dalam Negeri
ร˜  Non Perbankan Dalam Negeri
-          Pembiayaan Luar Negeri Bersih
ร˜  Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)
ร˜  Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

b.      Konsep Nilai Bersih
·         Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang dicipotakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.
·        Peningkatan tabungan pemerintah penting bagi Idnoensia untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya pembangunan (utang) dari luar negeri. Namun kelemahan konsep ini hanya mengukur pembentukan modal pemerintah berupa penambahan jumlah aktiva fisik (dalam pos “pengeluaran Pembangunan”), tidak memperhitungkan pembentukan modal manusiawi (dalam pos “pengeluaran Rutin”) seperti gaji guru, dokter, dan lain-lain pengeluaran lancar.

c.       Defisiti Domestik
·         Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun erhadap neraca pembayaran. Anne Booth mengemukakan perlunya dippisahkan dua dampak APBN yang berbeda terhadap permintaan agregat (G – T), yaitu pengaruhnya terhadap GDP dan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran.
·         Defisit Anggaran DN (gd – Rd) dalam rupiah dibiayai dengan surplus anggaran Ln (rf – Gf) dalam valuta asing, penukaran semacam ini akan menambah jumlah uang beredar (melalui penambahan base money atau uang primer) jika devisa tadi dibeli langsung oleh Bank Indonesia ataupun bank komersial dengan menciptakan uang giral.(Anwar Nasution, 1995).

d.      Defisiti Moneter Indonesia
·         Konsep ini banyak digunakan dikalangan pejabat-pejabat keuangan dan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Idnoensia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”).

·         Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih: bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).

e.       Dampak APBN terhadap Sektor Riil, Moneter, Neraca Pembayaran
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya menyajikan perhitungan dampak APBN terhadap sektor  riil (permintaan dalam negeri), sektor moneter (espansi rupiah pada uang beredar) dan neraca pembayaran (aliran deivsa) lihat lampiran 1,2,3,4.

1)     Dampak APBN terhadap sektor Riil
Stimulus fiskal, melalui pengeluaran konsumsi dan investsai pemerintah tahun 2002 diperkirakan mencapai 11,8% dari PDB, dibawah target yang ditetapkan sebesar 12,5% (Rp 211,26 triliun).
Selain melakukannn stimulasi fiskal, pemerintah juga melakukan transfer ke sektor sasta dalam bentuk pembayaran bunga utang dalam negeri dan subsidi.

2)     Dampak Terhadap Sektor Moneter
 Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (rupiah) diperkirakan menimbulkan ekspansi bersih pada uang beredar sebesar Rp 19,5 triliun. Angka ini lebih tinggi sekitar 26,7% dari rencana semula karena tidak tercapainya penerimaan pajak dan lebih tingginya realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri.
Dibandingkan tahun 2001, maka ekspansi moneter tahun 2002 mengalam penurunan dari Rp 32,2 triliun menjadi Rp 19,5 triliun berkat penurunan yang tajam pembayaran subsidi dari Rp 77,4 triliun menjadi Rp 40.0 triliun.

3)     Dampak APBN terhadap Neraca Pembayaran
Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (valuta asing) diperkirakan menghasilkan aliran devisa masuk bersih setara Rp 24,3 trilun, lebih besar dari jumlah ekspansi rupiah (Rp 19,5 triliuan).
Dari perbandingan dampak rupiah dan valas di atas terlihat bahwa aliran deisa masuk bersih sektor pemerintah lebih besar dari ekspansi rupiah bersih sehingga memungkinkan Bank Indonesia untuk menyerap seluruh ekspansi rupiah tersebut melalui sterilisasi valas.

B.      STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
·         Struktur dan susunan APBN sejak tahun 1999 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena disusun berdasarkan prinsip anggaran tidak seimbang (anggaran defisit), di mana sumber penerimaan dan sumber pembiayaan dipisahkan dengan tegas pada pos-pos yang berbeda.
·         Anggaran defisit lazim digunakan oleh negara yang mengacu pada government Financial Statistik (GFS), seperti Jepang. Dalam APBN sebelumnya, pos untuk menutup defisit berasal dari utang luar negeri (disebut : penerimaan pembangunan) yang dibukukan pada os penerimaan. Dalam APBN tahun 1999, utang luar negeri dimasukkan pada pos : pembiayaan defisit.
·         Dalam APBN tahun 1999, besarnya defisit dinyatakan secara ekplisit pada pos “surplus/ defisit anggaran” dan ditutup dengan sumber-sumber yang dinyatakan pada pos “pembiayaan bersih”. Dengan demikian APBN lebih transparan, DPR lebih mudah melakukan review dan pemerintah lebih mudah melakukan konsultasi.
·         Struktur dan susunan APBN 2002 terlihat seperti dibawah :
(lihat lampiran : operasi keuangan pemerintah)

A.      Pendapatan Negara dan Hibah
1.      Penerimaan Pajak
2.      Penerimaan Bukan Pajak (PNBK)
B.      Belanja Negara
a.       Belanja pemerintah pusat
1.      Pengeluaran Rutin
2.      Pengeluaran Pembangunan
b.      Anggaran Belanja untuk Daerah
1.      Dana perimbangan
2.      Dana otonomi khusus dan penyeimbang
C.      Keseimbangan Primer  Perbedaan Statistik
D.     Surplus/ Defisit Anggaran
E.      Pembiayaan
1.      Pembiayaan dalam negeri
1)     Perbankan Dalam Negeri
2)     Non-Perbankan dalam negeri
a.       Privatisasi
b.      Penjualan aset program restruk perbankan
c.       Penjualan obligasi pemerintah
2.      Pembiayaan Luar Negeir (Neto)
1)     Penarikan pinjaman Ln (bruto)
a.       Pinjaman program
b.      Pinjaman proyek
2)     Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

C.      PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip : prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.

1.      Prinsip Anggaran Defisit
·         Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
(1)  Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
(2)  Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)

2.      Prinsip Anggaran Dinamis
·         Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.

3.      Prinsip Anggaran Fungsional
·         Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
·         Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1)    Bila nilai Ri : > 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
2)    Bila nilai Ri : 20% - 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana  penting.
3)     Bila nilai Ri : < 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap
·         Pada tahun 1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989 nilainya 81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri sebesar 46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri masih merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di Indonesia.


D.     INSTRUMEN DAN ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL
·         Karena disadari adanya pengaruh-pengaruh penerimaan maupun pengeluaran pemerintah terhadap besarnya pendapatan nasional, maka timbul gagsan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pem,erintah inilah yang kita kenal dengan kebijakan fiskal (Suparmoko, 1992).
·         Bagaimaan pemerintah melakukan kebijakan fiskal tergantung pada kondisi (perkembangan) ekonomi dan tujuan yagningin dicapai. Ada beberapa kebijakan fiskal yang masing-masing akan menentukan yang digunakan.
1.      Instrumen Kebijakan Fiskal
1)     Pembiayaan fungsional
·          Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional.
·         Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
·         Sedang pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.

2)     Pengeluaran Anggaran
·         Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.
·         Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada masa depresi digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan anggaran belanja surplus.

2.      Analisis Kebijakan Fiskal
·         Kebijakan fiskal tahun anggaran 1999/2000 diarahkan pada empat sasaran utama : (Laporan Bank Indonesia tahun 1999)
1)     Menciptakan stimulus fiskal
Guna menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat, pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan menciptakan mekanisme penyaluran dana secara transparan (dana JPS)
2)     Memperkuat Basis Penerimaan
Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti penjualan saham BUMn, penjualan asset BPPN.
3)     Mendukung Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi perbankan ke dalam APBN.
4)     Mempertahankan Prinsip Pembiayaan Defisit
·         Pemerintah tetap memeprtahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
·         Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.
·         Dengan menempuh kebijakan fiskal seperti di atas, secara keseluruhan operasi keuangan pemerintah sampai dengan Desember 1999 mencapai defisit sebesar Rp 3,2 triliun atau 4% dari pada PDB.
·         Dalam tahun 2002, kebijakan keuangann negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkann ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Untuk itu ada dua langkah strategis yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
1)     Mengupayakan volume dan rasio defisit anggaran terhadap PDB menurun
2)     Menurunkan Rasio posisi utang pemerintah – baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri terhadap PDB.
·         Oleh karena itu pemerintah mempersiapkan langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan negara, mengendalikan belanja negara, dan mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran.
1)       Penurunan defisit anggaran diupayakan dengan meningkatkan penerimaan terutama dengan mengoptimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran.
2)       Disisi pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan.
3)       Dari penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan privatrisasi, pemerintah menggunakan sebagian hasilnya untuk mengurangi posisi utang dalam negeri.
(Laporan Bank Indonesia tahun 2001)
·         Dengan langkah-langkah kebijakan fiskal seperti di atas, maka realisasi APBN 2002 mencatat defisit anggaran sebesar Rp 27,67 trilin (1,66% dari PDB) menurun dibandingkan defisit APBN 2001 sebesar Rp 40,48 triliun (2,72% dari PDB).

SURAT UTANG NEGARA (SUN) 
Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan, istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai obligasi pemerintah.
Beberapa point yang penting mengenai SUN adalah :

1)    Tema pokok UU SUN adalah memberikan “standing appropriation”, yaitu jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN.


2)    Surat Utang Negara terdiri dari Surat  Perbendaharaan Negara (SPN) semacam T-Bills di AS dan Obligasi Negara (ON)
·  SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI)
·    ON merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau pembayaran bunga secara diskonto.

3)     Tujuan penerbitan SUN adalah :
(a)  Membiayai defisit APBN
(b) Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian awntara arus kas penerimaan dan pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran
(c)   Mengelola  portofolio utang negara.


DAFTAR BACAAN
Suparmoko (1992), Keuangan Negara, Teori dan Praktek, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Triyono Widodo, Suseno Hg. (1995), Indikator Ekonomi, Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Booth, Anne dan McCawley, Peter (1990), “Kebijaksanaan Fiskal” dalam Anne Booth dan Peter McCawley (Ed), Ekonomi Orde Baru, LP3ES.
Nasution, Anwar (1995), “Aspek Ekonomi Anggaran Belanja Negara Setelah Kenaikan Migas”, dalam Anwar Nasution (ed), Peluang dan Tantangan Pembangunan Ekonomi Sampai 1989, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
Laporan Bank Indonesia tahun 1997/1998, 1998/1999, 2000, 2001, 2002



3. NERACA PEMBAYARAN

Pendahuluan

·         Neraca pembayaran (balance of payment atau BOP) adalah catatan sitematis dari semua transaksi ekonomi internasional (perdaganagn, investasi, pinjaman dan sebagainya) yang terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dan penduduk luar negeri selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya dinyatakan dalam dollar AS.
·         Oleh karena itu BOP sangat berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional suatu negara. Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IMF, bank dunia dan negara-negara donor juga menggunakan BOP sebagai salah satu indikator dalam mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan keapda suatu negara.
·         Selain itu, BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental  ekonomi suatu negara di samping variable-variabel ekonomi makro lainnya, seperti laju pertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang domestik. (Tulus, T.H. Tambunan, Dr., 2001).

1.      SISTEMATIKA NERACA PEMBAYARAN LN
·         Tujuan utama pembuatan neraca pembayaran LN adlaah :
4)     Agar otoritas moneter pemerintah mengetahui kedudukan (hubungan) keuangan internasional,
5)     Untuk membantu membuat kebijakan moneter dan fisikal
6)     Mengambil kebijakan perdagangan dan pembayaran (hubungan keuangan internasional).
·         Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain (tanda +). Transaksi debit adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain (tanda -) (Nopirin, 1990)
·         Pos-pos dalam neraca pembayaran LN. menurut model Bank Indonesia
a.       Transaksi berjalan
b.      Modal diluar sektor moneter
c.       Jumlah (a + B)
d.      Selisih perhitungan C dan E, dan
e.       Lalu lintas moneter
·         Penyajian neraca pembayaran LN menurut model IMF memuat  pos-pos
a.       Neraca Barang dan Jasa
b.      Hibah
c.       Transaksi berjalan (A + B)
d.      Lalu lintas modal (D1 – Di Luar Sektor Moneter dan L2  sektor moneter)
e.       Selisih perhitungan
(Laporan Bank Indonesia Tahun 2000)

TRANSAKSI BERJALAN (CURRENT ACCOUNT)
·         Transaksi berjalan meliputi : transaksi perdagangan barang dan jasa, pendapatan hasil invesasi (modal), dan transaksi unilateral.
Transaksi berjalan mengalami surplus bila ekspor (barang dan jasa) lebih besar dari impor (barang dan jasa). Sebaliknya akan mengalami defisit apabila impor lebih besar dari ekspor.

·         Sebelum krisis ekonomi 1997 transaksi berjalan kita cenderungan tiap tahun mengalami defisit, karena :
1)     Besarnya pembayaran bunga pinjaman
2)     Besarnya pembayaran ongkos angkutan dan asuransi
3)     Besarnya pembayaran jasa-jasa lain. Defisit transaksi berjalan selalu diusahakan ditutup dengan surplus pada neraca modal (lalulintas modal) melalui pinjaman luar negeri.
·         Tahun-tahun sesudah krisis ekonomi 1997, transaksi berjalan selalu mengalami surplus, karena :
1)     Impor barang menurun dengan drastis akibat melonjaknya kurs dolar AS
2)     Ekspor barang cenderung terus meningkat akibat merosotnya nilai tuakr rupiah (lihat Lampiran : Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001).

a.       MODAL  DILUAR SEKTOR MONETER
·         Pos ini bisa juga disebut Neraca Modal karena menyangkut transaksi modal, yaitu lalu lintas modal yang terdiri dari : (1) lalu lintas modal pemerintah dan (2) lalu lintas modal swasta.
Transaksi  modal meliputi penanaman modal langsung, utang – piutang jangka panjang maupun jangka pendek, baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta.
·         Lalu lintas modal pemerintah selama tahun 1997-1999 mengalami saldo positif (+) karena : (a) penerimaan pinjaman pemerintah meningkat dan (b) pelunasan pinjaman menurun akibat krisis ekonomi.
·         Lalu lintas modal swasta menghasilkan saldo negatif  ( - ) karena : (a) penanaman modal langsung (investor) menurun drastis akibat capital flight, sedang, (b) lainnya (pelunasan/ angsuran utang LN ) melonjak tinggi akibat jatuh tempo.

b.      JUMLAH (A + B)
·    Pos ini merupakan perhitungan antara saldo transaksi berjalan dengan saldo neraca modal (modal di luar sektor moneter).
·     Pada tahun 1997, 1998, 1999 : saldo transaksi berjalan (miliar $); -5,0, 4,1 dan 5,2. Sedangkan saldo neraca modal (miliar $) berturut-turut 2,6,-3,9, -3,2. dengan demikian julmah (A + B) ; $-2,4 miliar (1997) $0,2 miliar (1998) dan $2,0 miliar (1999)


c.       SELISIH PERHITUNGAN C DAN E
·         Pos ini merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak sama dengan nilai transaksi debit (selisih “jumlah A + B” dengan “lalu lintas moneter”). Dengan demikian total nilai sebelah kredit dan debit akan selalu sama atau balance.
·         Hal ini disebabkan karena keadaan tidak selalu memungkinkan adanya cukup pengetahuan untuk menghasilkan pencatatan yang cukup sempurna mengenai transaksi internasional. Beberapa rekening hanya merupakan dugaan saja. Rekening lain dilaksanakan oleh perorangan, yang tidak seperti pengusaha bank, pedagang perantara, pedaganga surat-surat berharga dan perusahaan besar, tidak melapor dengan teratur mengenai kegiatan luar negeri mereka. Maka perlu menambah satu rekening (pos) untuk kesalahan-kesalahan (errors and omission) agar terdapat keseimbangan ke dua sisi dari neraca
(Kindleberger, 1983).

d.      LALU LINTAS MONETER
·  Transaksi (rekening) ini sering disebut “accomodating” sebab merupakan transaksi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi lain. Transaksi lain disebut “autonomus” sebab transaksi ini timbul dengan sendirinya, tanpa dipengaruhi oleh transaksi lain, seperti transaksi berjalan, transaksi modal.
·    Perbedaan antara transaksi autonomus debit dan kredit diseimbangan dengan transaksi “lalu lintas moneter”. Yang termasuk dalam transaksi lalu lintas  moneter adalah mutasi dalam hubungan dengan IMF, pasiva LN, aktiva LN.
Defisit atau surplus neraca pembayaran dapat diketahui dari rekening in (Nopirin, 1990).
·     Tahun1997 defisit $4,1 miliar (tanda +), tahun 1998, 1999 masing-masing surplus -$2,3 miliar, $3,4 miliar.

2.      ASPEK LIKUIDITAS NERACA PEMBAHARAN LN
·         Tujuan kebijakan neraca pembayaran LN berkaitan dengann aspek likuiditas dan aspek solvabilitas :
(1)  Aspek likuiditas : menyangkut tujuan jangka pendek
(2)  Aspek solvabilitas : menyangkut tujuan jangka panjang
·         Aspek likuiditas berkaitan dengan posisi dan perubahan cadangan devisa. Pemerintah sangat peka terhadap posisi dan perubahan cadangan devisa. Pemerintah menganggap bahwa posisi dan perubahan cadangan devisa sangat penting, karena dua alasan :
(1)  Kepercayaan penduduk Indonesia maupun orang-orang luar negeri terhadap kurs devisa dan kebijakan ekonomi pemerintah sangat dipengaruhi oleh perkembangan cadangan devisa. Sebab menurunnya cadangan devisa bisa berakibat :
a.       Terjadinya pelarian modal ke luar negeri
b.      Menurun/ berhentinya aliran m odal jangka pendek dan jangka panjang
c.       Keengganan negara donor menambah/ memberi bantuan
(2)  Cadangan devisa dapat dipakai untuk melakukann tindakan penyesuaiann menghadapi fultuasi jangka pendek, sehingga memberikan tenggang waktu kepada pemerintah untuk melakukan upaya kebijakann penyesuaian yang diperlukan (Nopirin, 1990)

3.      CADANGAN DEVISA
1)     Devisa dan Valuta Asing
·         Devisa (foreign exchange) menurut pasal 1 UU No. 32/1964 adalah :
a.       Saldo bank resmi dari Bank Indonesia
b.    Valuta asing lainnya tidak termasuk uang logam, yang mempunyai catatan kurs resmi dari BI
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian devisa mencakup baik valuta asing dalam bentuk simpanan dibank maupun valuta asing dalam bentuk uang tunai tidak termasuk uang logam), yang kedua-duanya mempunyai catatan kurs resmi di Bank Indonesia.
·         Menurut UU No. 32/1964 dibedakan tiga jenis devisa :
(1)  Devisa ready, yaitu devisa yang telah dikreditkan ke dalam rekening bank dan siap untuk dipergunakan
(2)  Devisa Ready, yaitu devisa yang belum dikreditkan ke dalam rekening bank dan masih dalam proses penagihannya atau masih menunggu jatuh tempo untuk dapat dipergunakan.
(3)  Devisa tunai, yaitu devisa yang berupa uang kertas asing atau bank note yang mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Indonesia.
Valuta Asing (foreign currency) atau valas tidak lain adalah jenis devissa tunai seperti dimaksud di atas.
(Roselyne, Hutabarat, 1992)

2)     Konsep Cadangan Devisa
·         Sesuai kesepakatan dengan IMF, konsep pencatatan cadangan devisa oleh Bank Indonesia perlu disesuaikan dengan metode yang dipakai secara internasional, yaitu balance of payment manual IMF dan program special Data dissemination Standard (SDDS) IMF.
Maksudnya  agar angka cadangan devisa Indonesia mudah dimengerti oleh semua pelaku pasar internasional dan dapat diperbandingkan dengan dta negara-negara lain sehinggga dapat memberi gambaran yang lengkap kondisi ekonomi Indonesia.
·         Sejak Januari 1998 Bank Indonesia mengubah konsep cadangan devisa resmi menjadi konsep aktiva luar negeri bruto (gross foreign assets = GFA). Di samping konsep GFA, Bank Indonesia juga mengumumkan posisi cadangan luar negeri bersih (net international reserve = NIR)
·         Pengertian NIR adalah GFA dikurangi kewajiban-kewajiban BI dalam valuta asing, yaitu :
a.       Utang dalam valuta asing dengan masa jatuh tempo sampai dengan 1 tahun (termasuk penggunaan dana pinjaman IMF)
b.      Kewajiban bersih valuta asing dalam rangka transaksi forward (net forward position)
c.       Simpanan valuta asing bank-bank di BI dalam rangka pemenuhan ketentuan GWM dalam valuta asing

3)     Posisi GFA dan NIR
BI mengumumkan posisi GFA dan NIR dua kali sebulan :

Posisi Cadangan Devisa (miliar $)

Items                                                                                            Maret 1998
Gross Foreign Assets                                                                 16.589,8
- Liquid reserves 1)                                                                   10.809,9
- Others reserve 2)                                                                      5.779,9
Loss gross foreign liabilities                                                       2.940,9
Plus net forward position 3)                                                          -34,0
Loss reserve agains FCDs 4)                                                          435,2
Equal Net Intgernational Reserves                                          13.179,7

Catatan :
1)     Liquid reserve, termasuk emas, sekuritas dalam valas, deposito luar negeri lainnya dan special drawwing right (SDR)
2)     Others reserve terdiri dari : export draft, deposito di cabang-cabang luar negeri bank nasional dan deposito yang ditempatkan di bank-bank asing untuk menggaransi L/C
3)     Claims forward terhadap non resident dikurangi kewajiban forward
4)     FCDs = foreign currency deposits
(Laporan Bank Indonesia, Tahun 2000)

4.      HUTANG LUAR NEGERI
1)     Penyebab Meningkatnya Utang LN
(1)  Defisit Transaksi Berjalan (TB) Lima tahun sebelum krisis ekonomi (1992/1993 – 1996/1997) defisit TB masing-masing tiap tahun (jutaan) : $2,311; $2,740; $3,248; $6,757 dan $7,847. Untuk menutup defisit itu pemerintah melakukan pinjaman luar negeri. 

(2)  Meningkatnya Kebutuhan Investasi
·         Hampir setiap tahun Indonesia menghadapi delima invesment-saving gap. Selama tahun-tahun 1994, 1995, 1996, jumlah dana tabungan (triliun) : Rp 56,2; Rp 69,0;; Rp 88,3; Sementara kebutuhan investasi (triliun): Rp 71,4; Rp 96,4 dan Rp 119,6.
·         Hal ini mendorong meningkatnya pinjaman LN, terutama pinjaman sektor swasta. Di samping kelangkaan dana, meningkatnya utang LN juga didorong oleh perbedaan tingkat suku bunga.

(3)  Meningkatnya Inflasi
·         Laju inflasi tiga tahun menjelang krisis meningkat: 7,04% (1993/1994) ; 8,57% (1994/1995) dan 8,86 (1995/1996). Hal ini mempengaruhi tingkat suku bunga, karena ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal.
·         Suku bunga krdit di Indonesia tinggi (1995/1996); kredit modal kerja 19,30%, kerdit investasi 16,39%, sedangkan LIBOR 5,39% dan SIBOR 5,37%.

(4)  Struktur perekonomian tidak efisien
ICOR menapai 4,9 (1984 – 1993) yang seharusnya antara 3 – 3.5. Jadi ada pemborosan sekitar 30%, karena tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini mendorong utang luar negeri.

2)     Posisi Pinjaman Luar Negeri Indonesia
·         Posisi ugang luar negeri Indonesia pada akhir 1996/1997 secara kesellruhan mencapai $109,3 miliar.
(1)  Posisi pinjaman luar negeri sebelum krisis

Rincian
Posisi
31 Maret 1996
Posisi
31 Maret 1997
Miliar $
%
Miliar $
%

Pinjaman pemerintah

Bilateral 1)
Multilateral
Lainnya

Pinjaman swasta

58,6
38,3
19,3
1,0

47,8
55,1
36,0
18,1
0,9

44,9
53,3
35,2
17,2
0,9

56,0
48,8
32,2
15,7
0,8

51,2
Jumlah
106,4
100,0
109,3
100,0

Sumber : Laporan tahunan Bank Indonesia, 1996/1997
1) Termasuk pinjaman lama dan fasilias kredit ekspor.

Dengan semakin besarnya peran sektor swasta dalam perekonomian nasional, pangsa utangl aur negeri sektor swasta juga semakin meningkat. Sedang percepatan pembayaran utang pemerintah dimaksudkan untuk mengurangi beban utang luar negeri pada saat utang swasta meningkat.

(2)  Posisi Pinjaman Luar Negeri Sesudah Krisis

Rincian
Posisi
31 Desember 1998
Posisi
31 Desember 1999
Juta $
%
Juta $
%

Pinjaman pemerintah

Swasta

Bank

Non Bank
Surat Berharga
67.315
83.572
10.769
67.515
5.288
44,6
55,4
7,1
44,8
3,5
75.763
65.618
10.063
52.630
2.915
53,6
46,4
7,1
37,2
2,1
Jumlah
150.887
100,0
141.381
100,0
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia, 1999
·         Peningkatan posisi utang pemerintah akibat penarikan pinjaman multilateral dan pinjaman IMF serta dampak dari menguatnya mata uang yen Jepang terhadap dolar Amerika Serikat.
·         Menurut jangka waktu utang swasta non bank (akhir 1999) :
$46.7 miliar (84,1%) : lebih dari 3 tahun (jangka panjang)
$  3.1 miliar (  4,7%) : lebih dari 1-3 tahun (jangka menengah)
$  5.7 miliar (10,3%) : lebih dari 1 tahun (jangka pendek)

3)     Restrukturisasi Utang Luar Negeri Indonesia
·         Tingginya beban pembayaran pokok utang swasta non bannk berkaitan utang yang baru mencapai 14,5% dari $23,2 miliar.
·         Realiasi restrukturisasi utang luar negeri Indonesia

 

Jenis

Posisi
31-12-98
Komitmen
Restrukturisasi
Realiasi
Restrukturisasi 99
Miliar $
Miliar $
%
Miliar $
%
Pemerintah
Swasta
   Bank
   Nonbank
67.3
83.6
10.8
72.8
4.7
29.5
6.3
23.2
6,9
35,3
58,3
31,9
3.8
9.6
6.2
3.4
80,1
32,5
98,4
14,7
Total
150.9
34.2
22,7
13.4
39,2
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia, 1999

4)     Indikator Kelayakan Utang Luar Negeri
·         Rasio beban utang luar negeri (DSR = Debt Service Ratio) dan rasio total utang terhadap PDB tahun 1999 masing-masing mencapai 51,9% dan 108,5%.
·         Indikator beban utang luar negeri Indonesia

Indikator
Persentase
Kriteria Bank Dunia
1996
1997
1998
1999
DSR
Posisi utang/ ekspor
Posisi utang/ PDB
34,0
179,5
48,9
44,6
207,8
63,6
58,7
262,0
145,8
51,9
240,0
108,5
20,0
130-220
50-80
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 1999

·         Beberapa indikator beban utang luar negeri sudah berada di atas standar yang sehat. Beberapa rasio tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia untuk memenuhi kewajiban luar negeri menjadi sangat terbatas.

5.      KURS VALUTA ASING DAN DEVALUASI
Sifaat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Sifat pasar ada yang tetap, berubah-ubah atau diawasi. Maka dikenal beberapa sistem kurs devisa:
1)     Sistem Kurs Deivsa Tetap (Fixed Exchange Rate)
·         Pada masa berlaku sistem standar emas kurs antar valuta asing dikaitkan dengan kandungan (isi) emas yang ada pada tiap mata uang asing (kurs sesuai dengan perbandingan berat emas yang terkandung pada mata uang yang bersangkutan).
·         Pada standar kertas seperti sekarang, yang dimaksud fixed exchange rate adalah suatu sistem devisa di mana pemerintah menetapkan tingkat kurs mata uang negara tersebut dengan mata-mata uang negara lain dan brusahauntuk mempertahankannya dengan berbagai kebijakan secara sadar, seperti :
a.       Tindkan-tindakan tidak langsung berupa : (1) pembleian mata uang sendiri dengan mata uang asing oleh Bank Sentral atau (2) sebaliknya penjualan mata uang sendiri apabila tingkat kurs dipasar melonjak di atas tingkat kurs yang ditetapkan.
b.      Tindakan-tindakan langsung berupa penjatahan devisa pada tingkat kurs yang ditetapkan. Dalam hal ini tidk ada “pasar devisa” dalam arti sebenarnya.

2)     Sistem Kurs Mengambang (Floating/ Flexible Exchange Rate)
·   Pada sistem ini kurs satu mata uang dengan mata uang lain dibiarkan untuk ditentukan secara bebas oleh tarik-menarik kekuatan pasar.
·   Keuntungan sistem ini bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan, sehingga tidak ada pasar gelap, tidak ada masalah surplus atau defisit neraca pembayaran (Boediono, 1994).

3)     Perencanaan Devisa (Exchange Control)
·  Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi  valuta asing. Tujuannya untuk mencegah aliran modal ke luar.
·   Menghadapi jumlah devisa yang lebih kecil dibandingkan perminataan, maka pemerintah melakukan alokasi di dalam penggunaannya yakni dengan melakukan multiple exchange rata.
Sampai dewasa ini Indonesia menganut regim devisa bebas dalam arti setiap penduduk bebas menerima, menyimpan dann menggunakan devisa.
Dalam rangka melaksanakan sistem deivsa bebas, Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 24 tahun 1999 tentang lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
1)     Sistem Devisa bebas
·   Undang-undang No. 24 tahun 1999 ini menegaskan bahwa Indonesia tetap menganut sistem devisa, sehingga memungkinkan setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa yang dimilikinya.
·   Prinsip devisa bebas tetap dipertahankan dengan pertimbangann Indonesia masih memerlukan dana luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri dalam rangka lebih mempercepat pembangunan. Selain itu, aliran modal masuk tersebut juga diperlukan untuk menutup defisit transaksi berjalan yang sebelum krisis mencapai sekitar 3% dari PDB.

2)     Pelaporan Lalu Lintas Devisa
·  Sistem devisa bebas dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan terhadap kestabilan-kestabilan ekonomi bila tidak disertai sikap kehati-hatian seluruh pelaku ekonmi dan tidak tersedia data mengenai keluar masuknya modal ke Indonesia.
·   Karena itu dalam undang-undang ini diatur mengenai pelaporan dan pemantauan kegiatan lalu lintas devisa:
a.    Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukan oleh penduduk.
b. Setiap penduduk diwajibkan untuk memberikan keterangan dan data dimaksud, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c.   Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.1/9/PBI/1999, mengatur kewajiban bank dan LKNB menyampaikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu – lintas devisa, meliputi transaksi devisa, posisi aset dan kewajiban finansial kepada Bank Indonesia.


3)     Surat Edaran Bank Indonesia No.1/9/DSM/1999 mengatur teknis pelaporan, antara lain memuat ketentuan sanksi:
(1) Terlambat melapor  : Denda Rp 5.000.000/ hari keterlambatan
(2) Tidak menyampaikan laporan   : Denda Rp 100.000.000 + denda keterlambatan
(3) Laporan tidak lengkap dan atau tidak benar  : Denda Rp 100.000/ perkekurangan/tidak benar sampai max. Rp. 100.000.000,-
(4) Tidak menyampaikan laporan 6 periode berturut-turut atau paling lama 6 bulan.

·      DEVALUASI
¨      Dalam kenyataan kurs valuta asing tidak stabil karena kenaikan harga umum di suatu negara berbeda dengan kenaikan harga umum negara lain (partner)
¨      Rumus Teori Purchasing Power Parity (PPP)

            IHDx / IHDn
Pn-x =  ------------------
IHFx / IHFn

Keterangan :      Pn-x       = Paritas Daya Beli Tahun s/d x
IHD       = Indeks Harga Konsumen Dalam Negeri
                                              IHF       = Indeks Harga Konsumen Luar Negeri
     n       = tahun dasar
     x       = tahun x

¨      Rasio paritas yang semakin tinggi berarti kenaikan harga umum dalam negeri lebih tinggi dibandingkan luar negeri. dengan kata lain terjadi penilaian lebih (overvalue) terhadap mata uang dalam negeri. Maka untuk menyesuaikan kurs mata uang dilakukan kebijakan devaluasi. Yaitu menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri (asing).

·      ALASAN, TUJUAN DAN AKIBAT DEVALUASI
1.      Alasan Devaluasi: karena telah terjadi ketidak-seimbangan (defisit) neraca pembayaran.
Dalam persetujuan perjanjian IMF. Artikel IV section 5 9a) dan (f) disebutkan bahwa “negara-negara anggota menyetujui untuk tidak perlu menyampaikan usul pada IMF mengenai perubahan paritas kurs mata uangnya, kecuali bila dianggap perlu melakukan koreksi atas suatu disekuilibrium fundamental neraca pembayaran. IMF sendiri akan menyetujui perubahan kurs itu apabila IMF menganggap perbaikan itu perlu dijalankan”.

2.      Tujuan Devaluasi :
(1)  Untuk merangsang perluasan ekspor akibat penerimaan yang bertambah dari para eksportir
(2)  Untuk menurunkan impor karena bertambah mahal akibat kenaikan kurs.
(3)  Dengan meningkatnya ekspor dan menurunnya impor maka neraca pembayaran seimbang (tidak defisit) dan diharapkan cadangan devisa akan bertambah.

3.      Akibat Devaluasi
Harga barang-barang yang menggunakan bahan baku impor akan naik akibat naiknya kurs dan pada akhirnya harga barang-barang lain juga akan naik.

5.     ASPEK SOLVABILITAS NERACA PEMBAYARAN LUAR NEGERI
Bagaimana peran ekspor-impor terhadap perekonomian nasional bisa dilihat dari berbagai indikator, seperti : (1) saldo transaksi berjalan, (2) rasio ekspor-impor terhadap PDB dan (3) dinilai tukar perdagangan (terms of trade)

1.      Perkembangan Saldo Transaksi Berjalan
·      Transaksi Berjalan (TB) adalah perhitungan antara saldo ekspor-impor barang dengan saldo ekspor-impor jasa atau kalau digabung TB adalah perhitungan antara ekspor barang dan jasa dengan impor barang dan jasa.

Perkembangan Ekspor, Impor dan
Saldo TB (1973-1990) (dalam juta $)
Periode
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
Saldo TB, Termasuk Off Transfer
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
3,306
7,464
7,025
8,774
10,929
11,327
15,552
22,241
24,878
21,274
19,866
22,152
20,139
15,972
18,832
21,370
25,411
29,455
3,836
6,915
8,160
9,696
11,006
12,754
14,602
19,432
25,694
26,732
26,318
24,175
22,150
20,142
21,187
23,021
26,858
32,038
-476
598
-1,109
-907
-51
-1,413
980
3,011
-566
-5,324
-6,338
-1,856
-1,923
-3,911
-2,098
-1,397
-1,108
-2,369
Sumber :    IMF, International Financial Statistic (dikutip dari : Tulus T. H. Tambunan, 1996).

·      Hampir setiap tahun TB mengalami saldo defisit ( - ) kecuali pada tahun-tahun 1974, 1979 dan 1980 yaitu pada masa oil boom I dan II.

2.      Rasio Ekspor Impor terhadap PDB

·      Besar kecilnya rasio ekspor impor terhadap PDB menunjukkan besar-kecilnya peranan atau sumbangan perdagangan luar negeri terhadap PDB. Makin bsar rasio ekspor impor terhadap PDB, makin besar sumbangan ekspor impor terhadap PDB, yang berarti pula makin besar pengaruh perdagangan luar negeri terhadap perekonomian nasional.
·      Tahun 1980 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar $69,800 miliar, nilai ekspor saat itu $21,909 miliar dan nilai impor $10,909 maka kalau kita hitung rasio ekspor – impor erhadap PDB pada tahun 1980 sebesar 47,0%. Rasio itu pada tahun 1996/1997 meningkat menjadi 55,7%, karena saat itu jumlah PDB sebesar $231,400 miliar, sedang total nilai ekspor + impor sebesar $128,913 miliar.
·      Besarnya % nilai ekspor dan impor terhadap PDB tersebut menunjukkan bahwa keterpaduan ekonomi Indonesia masih lemah. Ekonomi Indonesia sangat tergantung pada ekonomi luar negeri.

6.     EFEK NILAI TUKAR PERDAGANGAN (TERMS OF TRADE)

·      Pengaruh Perdagangan luar negeri dapat diketahui melalui indikator indeks nilai tukar perdagangan (terms of trade) perubahan terms of trade (TOT) dari tahun ke tahun akan mempengaruhi besarnya pendapatan domestik bruto (GDY = Gross Domestic Yield). Untuk mengetahui berapa besar pengaruh TOT terhadap GDY. 

·      Contoh Perhitungan :

Tabel Ekspor Impor menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan 1993 (miliar rupiah)
Uraian
1998
2002
Ekspor harga berlaku (XB)
Ekspor harga konstan (XK)
Impor harga berlaku (MB)
Impor harga konstan (MK)
PDB s/d harga konstan 1993
506.244,8
134.707,2
413.058,1
132.400,7
376.374,7
559.941,9
116.907,1
459.631,1
97.985,1
426.740,5

Perhitungan ENT dan GDY 1998, 2002 (miliar rupiah)
Uraian
1998
2002
Indeks harga berlaku (Px)
Indeks harga konstan (Pm)
Term of Trade (TOT)
Kapasitas Impor (Cm)
Efek Nilai Tukar (ENT)
GDY s/d harga 1993
375,8%
312,0%
120,5%
162.258,0
27.550,8
403.925,5
487,5%
469,1%
103,9%
121.496,9
4.589,8
431.330,3

·      Harga ekspor dan impor konstan 2002 lebih kecil dibandingkan harga ekspor dan impor konstan 1998, menyebab TOT menurun dari 120,5 (1998) menjadi 103,9 (2002), sehingga ENT tahun 2002 hanya Rp 4.589,8 miliar dibandingkan ENT tahun 1998 sebesar Rp 27.550,8 miliar.


7.     ANALISIS KEBIJAKAN NERACA PEMBAYARAN LN

Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas adalah tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari pada perdagangan dan pembayaran internasional. Dalam arti sempit kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional.Instrumen kebijakan ekonomi internasional meliputi : (1) kebijakan perdagangan internasional; (2) kebijakan pembayaran internasional; (2) kebijakan bantuan luar negeri.

1)     KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
a.       Cakupan kebijakan meliputi tindakan pemerintah terhadap transaksi-transaksi dalam
b.      TINDAKAN/ KEBIJAKAN PEMERINTAH :
(1)     Mengundangkan UU No.5/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha;
(2)     Menurunkan tarif pajak ekspor (beberapa produk tertentu): untuk meningkatkan  daya saing.
(3)     Mendirikan PT. Bank Ekspor Indonesia (BEI): menyediakan pembiayaan, penjaminan, jasa konsultasi dan usaha lain untuk meningkatkan ekspor.

2)     KEBIJAKAN PEMBAYARAN INTERNASIONAL
a.       Kebijakan ini meliputi tindakan/ kebijakan pemerintah rekening modal (Modal di Luar Sektor Moneter): menyangkut lalu lintas modal masuk dan keluar.
b.      Tindakan/ kebijakan pemerintah :
1.  Penghapusan pembatasan penanaman modal asing (PMA): di bidang perkebunan kelapa sawit, perdagangan eceran dan grosir.
2.      Pengesahan kerangka kerja sama investasi antar ASEAN
3.      Mengundangkan UU No. 24/ 1999 tentang lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
4.      Peraturan BI, PBI No.1/9/PBI/1999: ketentuan mengenai kewajiban pelaporan lalu lintas (kegiatan) devisa melalui Bank dan LKBB.

3)     KEBIJAKAN BANTUAN LUAR NEGERI
a.       Kebijakan bantuan luar negeri adalah tindakan/ kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans):
b.      Tindakan/ kebijakan pemerintah :
Pemerintah bersama bank Indonesia meneruskan upaya penyelesaian masalah utang luar negeri dan dalam negeri salah satu penyelesaian utang luar negeri adalah :
(1)    Pemerintah melanjutkan kesepakatan Frankfrut 4 Juni 1998 mengenai restrukturisasi utang jangka pendek antar bank melalui pertemuan di London 29 Maret 1999.
(2)    Hasil kesepakatan pertemuan London: menukarkan utang luar negeri antar bank (exchange offer) yang jatuh tempo antara 1-4-1999 s/d 31-12-2001 dengan utang baru yang jatuh tempo antara tahun 2002 hingga tahun 2005.
(3)    Fasilitas yang diberikan kepada para debitor dan kreditor untuk menyelesaikan masalahnya melalui PRAKASA JAKARTA dan INDRA (Indonesia Debt Restruturing Gency)


DAFTAR BACAAN

1.      Tambunan, Tulus, T.H., Dr., Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.
2.      Nopirin, Dr., Ekonomi Internasional, …… 1990
3.      Kindleberer, Ekonomi Internasional, Terjemahan oleh Rudy P. Sitompul, Penerbit Erlangga, jakarta, 1983.
4.      Hutaba rat, Roselyne, Dra., Transaksi Ekspor-Impor, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992.
5.      Boediono, Dr., Ekonomi Internasional, Diterbitkan oleh BPFE, Yogyakarta, 1994.
6.      Opposunggu, H.M.T., Kebijaksanaan Devaluasi di Indonesia, Penerbit Erlangga, jakarta, 1985.
7.      Triyono Widodo, Suseno Hg. Indikator Ekonomi, Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, 1995.
8.      Bank Indonesia, Laporan Bank Indonesia, Tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar