1. Struktur Produksi
Struktur produksi adalah logika proses
produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen
sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan
skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan
hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur
produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil
produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan
tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan
ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari
dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan
struktur produksi dapat terjadi karena :
·
Sifat
manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang
barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
·
Perubahan
teknologi yang terus-menerus, dan
·
Semakin
meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun
pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan
industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka
pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari
dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.
2. Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional dapat diartikan suatu angkaatau nilai yang menggambarkan
seluruh produksi, pengeluaran, atau pendapatan yang dihasilkan semua pelaku/
sektor ekonomi dari suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.
Menghitung Pendapatan Nasional Indonesia
Dengan Pendapatan Produksi (GDP).
GDP (Gross Domestic Product) Atau Produksi Domestik Bruto adalah pendapatan
nasional yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang
dilakuan oleh semua sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu
tertentu.
Yang perlu diingat saat perhitungan tersebut jangan sampai terjadi perhitungan
ganda (double counting) yang apat menyebabkan pendapatan nasional (GDP) tampak
lebih besar, hal ini akan merugikan karena Indonesia akan tampak cukup maju dan
makmur sehingga bantuan luar negeri akan dialihkan ke Negara yang lebih
membutuhkan. Padahal sebenarnya kita membutuhkan bantuan tersebut untuk dana
pembangunan.
Menghitung Pendapatan Nasional Indonesia
Dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP).
GNP (Gross National Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya diperoleh
dari menjumlahkan semua pelaku/sektor ekonomi di Indonesia, yang berwarganegara
Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Cara memperoleh GNP berbeda dengan GDP,
jika GDP dibatasi oleh wilayah sedangkan GNP dibatasi oleh kewarganegaraan.
Artinya nilai pengeluaran tersebut dihitung dari pelaku ekonomi yang
berkewarganegaraan Indonesia saja.
3. Distribusi Pendapatan Nasional &
Kemiskinan
Masalah besar yang dihadapi negara sedang
berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat
kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan
pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua
masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak
jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan
politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan
tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun
tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau
besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta
tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah
penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula
tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan
pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang
berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP
mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi
masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia
internasional.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Adapun secara umum penyebab kemiskinan
diantaranya:
1. Kemalasan.
2. Kebodohan dan
pemborosan.
3. Bencana alam.
4. Kejahatan,
misalnya dirampok
5. Genetik dan
dikehendaki Tuhan, baik genetika orang tua, tempat lahir, kondisi orang tua
yang miskin
Sumber :
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab4-struktur_produksi_distribusi_pendapatan_dan_kemiskinan.pdf
http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/04/26/struktur-produksi-distribusi-pendapatan-dan-kemiskinan
2. ANGGARAN
PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN)
1.
Fungsi APBN
sebagai alat mobilisasi dana investasi
Dana
investasi :
-
Swasta : tabungan รจ
bank kredit
-
Pemerintah : PDN, PR = TP
(Lampiran APBN: hitung angka-angka yang
bersangkutan)
2.
Fungsi APBN
sebagai alat stabilisasi ekonomi
Artinya melalui kombinasi penerimaan dan
pengeluaran dalam APBN, ekonomi besar tumbuh sesuai ssumbe daya yang ada, tanpa
menimbulkan inflasi dan pengangguran.
3.
Defisit APBN
: pengeluaran negara – penerimaan
Pos-pos untuk menutup :
a.
Pembiayaan
dalam negeri : - Perbankan - Non Perbankan
b.
Pembayaran
Luar Negeri : - Penarikan Pinjaman Bruto - Minus cicilan pokok hutang
·
Ketetapan
MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 antara lain menegaskan bahwa pemerintah harus
menyusun anggaran moneter yang terdiri dari empat komponen, yaitu : a) Anggaran
rutin, b) Anggaran pembangunan, c) Anggaran kredit dan d) Anggaran devisa.
·
Dari empat
komponen anggaran ini yang ditetapkann dengan undang-undang tiap tahun hanya
komponen : a) angggaran rutin dan b) anggaran pembangunan, yang kita kenal
dengan undang-undang APBN.
·
Mengenai
komponen c) anggaran kredit dan d) anggaran devisa, sejak Order Baru tidak lagi
ditetapkan dengan udang-undang.
· Dalam
perencanaan anggaran rutin yang pegang peranan adalah Mentgeri Keuangan dengan
aparatnya Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan perencanaan anggaran
pembangunan yang pegang peranan adalah ketua BAPPENAS. Mengenai anggaran kredit
dan anggaran deivsa yang sekarang merupakan prognosa, perencanaannya ditangan
Gubernur Bank Indonesia.
(Suparmoko, 1992).
A.
Fungsi dan
Peran APBN
·
APBN di
negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat
untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya
tabungan pemerintah pada suatu tahuns ering dianggap sebagai ukuran berhasilnya
kebijakan fiskal (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
·
Baik pengeluaran
maupun penerimaan pemerintah pasti mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional.
Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary),
tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional
(contractionary). Timbullah gagasan untuk dengan sengaja mengubah-ubah
pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi
(Suparmoko, 1992).
·
Rincian
tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi melalui indikator APBN
dapat dianalisis seberarpa jauh peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian
nasional (Suseno, 1995).
1.
APBN Sebagai
Alat Mobilisasi Dana Investasi
·
Sumber dana
investasi beasal dari tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata
(perusahaan) berasal dari tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga
keuangan bank. Sedangkan sumber dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan
pemerintah. Tabungan pemerintah terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin.
·
Penerimaan
dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP).
Bagian terbesar dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak.
Untuk APBN 2001 dan 2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54
triliun (61,72%) dan Rp 214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan,
namuin rasionaya terhadap PDB hampir sama
yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di bawah target
13,00%.
·
Tahun 2001
terbentuk tabungan pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya
penerimaan dalam negeri Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92
triliun. Sedang tahun 2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun,
karena penerimaan dalam negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun
menjadi Rp 200,38 triliun.
2.
APBN sebagai
Alat Stabilisasi Ekonomi
·
Pemerintah
Orde Baru telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja
dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
1)
Anggaran
belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak
melebihi penerimaan total.
2)
Tabungan
pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu
menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan.
3)
Basis
perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara
mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4)
Prioritas
harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang
pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan
negara dibatassi.
5)
Kebijaksanaann
anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal
sumber-sumber dalam negeri. (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
3.
Dampak APBN
terhadap Perekonomian
Ada beberapa cara untuk menggolongkan pos-pos
penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang
berbeda mengenai dampak APBN nya. Tergantung pada tujuan analisa kita, suatu
tolok ukur mungkin lebih cocok dari tolok ukur yang lain. Ada empat tolok ukur
dampak APBN, yaitu : saldo anggaran keseluruhan konsep nilai bersih,d efisit
domestik dan defisit moneter (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
a.
Saldo
Anggaran Keseluruhan
·
Konsep ini
ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T = B = Bn + Bb + Bf ………………………… (1)
Catatan :
G = Seluruh
pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan
pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh
penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman
total pemerintah
Bn = Pinjaman
pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb = Pinjaman
pemerintah dari sektor perbankan
Bf = Pinjaman
pemerintah dari luar negeri
·
Pemerintah
Orba tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran
keseluruhan menjadi :
G – T = B = Bb + Bf ……………………………………… (2)
·
Tapi APBN di
masa Orba dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang :
G – T – B = 0 ……………………………………… (3)
·
Sejak APBN
2000 saldo anggaran keseluruhann defisit dibiayai melalui:
-
Pembiayaan Dalam Negeri :
ร
Perbankan
Dalam Negeri
ร
Non
Perbankan Dalam Negeri
-
Pembiayaan Luar Negeri Bersih
ร
Penarikan
pinjaman luar negeri (bruto)
ร
Pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri
b.
Konsep Nilai
Bersih
·
Yang
dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar
APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang dicipotakan
oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah
terhadap pembentukan modal masyarakat.
· Peningkatan
tabungan pemerintah penting bagi Idnoensia untuk mengurangi ketergantungan pada
sumber daya pembangunan (utang) dari luar negeri. Namun kelemahan konsep ini
hanya mengukur pembentukan modal pemerintah berupa penambahan jumlah aktiva
fisik (dalam pos “pengeluaran Pembangunan”), tidak memperhitungkan pembentukan
modal manusiawi (dalam pos “pengeluaran Rutin”) seperti gaji guru, dokter, dan
lain-lain pengeluaran lancar.
c.
Defisiti
Domestik
·
Saldo
anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN
terhadap pereknomian dalam negeri maupun erhadap neraca pembayaran. Anne Booth
mengemukakan perlunya dippisahkan dua dampak APBN yang berbeda terhadap
permintaan agregat (G – T), yaitu pengaruhnya terhadap GDP dan pengaruhnya
terhadap neraca pembayaran.
·
Defisit
Anggaran DN (gd – Rd) dalam rupiah dibiayai dengan surplus anggaran Ln (rf –
Gf) dalam valuta asing, penukaran semacam ini akan menambah jumlah uang beredar
(melalui penambahan base money atau uang primer) jika devisa tadi dibeli
langsung oleh Bank Indonesia ataupun bank komersial dengan menciptakan uang
giral.(Anwar Nasution, 1995).
d.
Defisiti
Moneter Indonesia
·
Konsep ini
banyak digunakan dikalangan pejabat-pejabat keuangan dan perbankan Indonesia
terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan
oleh Bank Idnoensia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah uang beredar”).
·
Di dalam
konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan
sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih: bantuan luar negeri tidak
dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah,
tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber
pembiayaannya.(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
e.
Dampak APBN
terhadap Sektor Riil, Moneter, Neraca Pembayaran
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya
menyajikan perhitungan dampak APBN terhadap sektor riil (permintaan dalam negeri), sektor
moneter (espansi rupiah pada uang beredar) dan neraca pembayaran (aliran
deivsa) lihat lampiran 1,2,3,4.
1)
Dampak APBN
terhadap sektor Riil
Stimulus
fiskal, melalui pengeluaran konsumsi dan investsai pemerintah tahun 2002
diperkirakan mencapai 11,8% dari PDB, dibawah target yang ditetapkan sebesar
12,5% (Rp 211,26 triliun).
Selain
melakukannn stimulasi fiskal, pemerintah juga melakukan transfer ke sektor
sasta dalam bentuk pembayaran bunga utang dalam negeri dan subsidi.
2)
Dampak
Terhadap Sektor Moneter
Selama tahun
2002 operasi keuangan pemerintah (rupiah) diperkirakan menimbulkan ekspansi
bersih pada uang beredar sebesar Rp 19,5 triliun. Angka ini lebih tinggi
sekitar 26,7% dari rencana semula karena tidak tercapainya penerimaan pajak dan
lebih tingginya realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri.
Dibandingkan
tahun 2001, maka ekspansi moneter tahun 2002 mengalam penurunan dari Rp 32,2
triliun menjadi Rp 19,5 triliun berkat penurunan yang tajam pembayaran subsidi
dari Rp 77,4 triliun menjadi Rp 40.0 triliun.
3)
Dampak APBN
terhadap Neraca Pembayaran
Selama tahun
2002 operasi keuangan pemerintah (valuta asing) diperkirakan menghasilkan
aliran devisa masuk bersih setara Rp 24,3 trilun, lebih besar dari jumlah
ekspansi rupiah (Rp 19,5 triliuan).
Dari
perbandingan dampak rupiah dan valas di atas terlihat bahwa aliran deisa masuk
bersih sektor pemerintah lebih besar dari ekspansi rupiah bersih sehingga
memungkinkan Bank Indonesia untuk menyerap seluruh ekspansi rupiah tersebut
melalui sterilisasi valas.
B.
STRUKTUR DAN
SUSUNAN APBN
·
Struktur dan
susunan APBN sejak tahun 1999 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena
disusun berdasarkan prinsip anggaran tidak seimbang (anggaran defisit), di mana
sumber penerimaan dan sumber pembiayaan dipisahkan dengan tegas pada pos-pos
yang berbeda.
·
Anggaran
defisit lazim digunakan oleh negara yang mengacu pada government Financial
Statistik (GFS), seperti Jepang. Dalam APBN sebelumnya, pos untuk menutup
defisit berasal dari utang luar negeri (disebut : penerimaan pembangunan) yang
dibukukan pada os penerimaan. Dalam APBN tahun 1999, utang luar negeri
dimasukkan pada pos : pembiayaan defisit.
·
Dalam APBN
tahun 1999, besarnya defisit dinyatakan secara ekplisit pada pos “surplus/
defisit anggaran” dan ditutup dengan sumber-sumber yang dinyatakan pada pos
“pembiayaan bersih”. Dengan demikian APBN lebih transparan, DPR lebih mudah
melakukan review dan pemerintah lebih mudah melakukan konsultasi.
·
Struktur dan
susunan APBN 2002 terlihat seperti dibawah :
(lihat lampiran : operasi keuangan
pemerintah)
A.
Pendapatan
Negara dan Hibah
1.
Penerimaan
Pajak
2.
Penerimaan
Bukan Pajak (PNBK)
B.
Belanja
Negara
a.
Belanja
pemerintah pusat
1.
Pengeluaran
Rutin
2.
Pengeluaran
Pembangunan
b.
Anggaran
Belanja untuk Daerah
1.
Dana
perimbangan
2.
Dana otonomi
khusus dan penyeimbang
C.
Keseimbangan
Primer Perbedaan Statistik
D.
Surplus/
Defisit Anggaran
E.
Pembiayaan
1.
Pembiayaan
dalam negeri
1)
Perbankan
Dalam Negeri
2)
Non-Perbankan
dalam negeri
a.
Privatisasi
b.
Penjualan
aset program restruk perbankan
c.
Penjualan
obligasi pemerintah
2.
Pembiayaan
Luar Negeir (Neto)
1)
Penarikan
pinjaman Ln (bruto)
a.
Pinjaman
program
b.
Pinjaman
proyek
2)
Pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri
C.
PRINSIP-PRINSIP
DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita
disusun atas dasar tiga prinsip : prinsip anggaran berimbang (balance budget),
prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip
ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan
prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan
prinsip anggaran defisit.
1.
Prinsip
Anggaran Defisit
·
Bedanya
dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan
:
(1) Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber
penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
(2) Defisit anggaran ditutup dengan sumber
pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)
2.
Prinsip
Anggaran Dinamis
·
Ada anggaran
dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat
dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran
bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP)
terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari
pinjaman luar negeri terus menurun.
3.
Prinsip
Anggaran Fungsional
·
Anggaran
fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai
anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk
membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar
negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin
kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran
pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
·
Di sini
perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa
jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1) Bila nilai Ri
: > 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
2) Bila nilai Ri
: 20% - 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana penting.
3) Bila nilai Ri
: < 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap
·
Pada tahun
1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989
nilainya 81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri
sebesar 46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri
masih merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di
Indonesia.
D.
INSTRUMEN
DAN ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL
·
Karena
disadari adanya pengaruh-pengaruh penerimaan maupun pengeluaran pemerintah
terhadap besarnya pendapatan nasional, maka timbul gagsan untuk dengan sengaja
mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan
ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pem,erintah inilah yang kita
kenal dengan kebijakan fiskal (Suparmoko, 1992).
·
Bagaimaan
pemerintah melakukan kebijakan fiskal tergantung pada kondisi (perkembangan)
ekonomi dan tujuan yagningin dicapai. Ada beberapa kebijakan fiskal yang
masing-masing akan menentukan yang digunakan.
1.
Instrumen
Kebijakan Fiskal
1)
Pembiayaan
fungsional
·
Pengeluaran
pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung terhadap
pendapatan nasional.
·
Pajak
dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
·
Sedang
pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang
ada di masyarakat.
2)
Pengeluaran
Anggaran
·
Pengeluaran
pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai
kestabilan ekonomi.
·
Dalam jangka
panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada masa depresi
digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan anggaran
belanja surplus.
2.
Analisis
Kebijakan Fiskal
·
Kebijakan
fiskal tahun anggaran 1999/2000 diarahkan pada empat sasaran utama : (Laporan
Bank Indonesia tahun 1999)
1)
Menciptakan
stimulus fiskal
Guna menciptakan stimulus fiskal dengan
sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat, pemerintah telah mengeluarkan
peraturan-peraturan administratif dan menciptakan mekanisme penyaluran dana
secara transparan (dana JPS)
2)
Memperkuat
Basis Penerimaan
Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh
melalui perbaikan administrasi dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan
pajak dan bukan pajak, seperti penjualan saham BUMn, penjualan asset BPPN.
3)
Mendukung
Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi
dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi
perbankan ke dalam APBN.
4)
Mempertahankan
Prinsip Pembiayaan Defisit
·
Pemerintah
tetap memeprtahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit
anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
·
Pemerintah
tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari lembaga
keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta sejumlah negara
sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.
·
Dengan
menempuh kebijakan fiskal seperti di atas, secara keseluruhan operasi keuangan
pemerintah sampai dengan Desember 1999 mencapai defisit sebesar Rp 3,2 triliun
atau 4% dari pada PDB.
·
Dalam tahun
2002, kebijakan keuangann negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkann
ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Untuk itu ada dua
langkah strategis yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
1)
Mengupayakan
volume dan rasio defisit anggaran terhadap PDB menurun
2)
Menurunkan
Rasio posisi utang pemerintah – baik utang dalam negeri maupun utang luar
negeri terhadap PDB.
·
Oleh karena
itu pemerintah mempersiapkan langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan
negara, mengendalikan belanja negara, dan mengoptimalkan pilihan pembiayaan
defisit anggaran.
1)
Penurunan
defisit anggaran diupayakan dengan meningkatkan penerimaan terutama dengan
mengoptimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan basis pajak dan lebih
mengefisienkan pengeluaran.
2)
Disisi
pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program
restrukturisasi perbankan.
3)
Dari
penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan privatrisasi, pemerintah
menggunakan sebagian hasilnya untuk mengurangi posisi utang dalam negeri.
(Laporan Bank Indonesia tahun 2001)
·
Dengan
langkah-langkah kebijakan fiskal seperti di atas, maka realisasi APBN 2002
mencatat defisit anggaran sebesar Rp 27,67 trilin (1,66% dari PDB) menurun
dibandingkan defisit APBN 2001 sebesar Rp 40,48 triliun (2,72% dari PDB).
SURAT UTANG NEGARA (SUN)
Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan, istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai obligasi pemerintah.
Beberapa point yang penting mengenai SUN adalah :
1) Tema pokok
UU SUN adalah memberikan “standing appropriation”, yaitu jaminan pemerintah
kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan bunga utang yang timbul
akibat penerbitan SUN.
2) Surat Utang
Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) semacam T-Bills di AS dan Obligasi Negara (ON)
· SPN
merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga
secara diskonto (mirip SBI)
· ON merupakan
SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau pembayaran bunga
secara diskonto.
3)
Tujuan
penerbitan SUN adalah :
(a) Membiayai defisit APBN
(b) Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat
ketidaksesuaian awntara arus kas penerimaan dan pengeluaran pada rekening kas
negara dalam satu tahun anggaran
(c)
Mengelola portofolio utang negara.
DAFTAR
BACAAN
Suparmoko
(1992), Keuangan Negara, Teori dan Praktek, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Triyono
Widodo, Suseno Hg. (1995), Indikator Ekonomi, Dasar Perhitungan
Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Booth, Anne
dan McCawley, Peter (1990), “Kebijaksanaan Fiskal” dalam Anne Booth dan Peter
McCawley (Ed), Ekonomi Orde Baru, LP3ES.
Nasution,
Anwar (1995), “Aspek Ekonomi Anggaran Belanja Negara Setelah Kenaikan Migas”,
dalam Anwar Nasution (ed), Peluang dan Tantangan Pembangunan Ekonomi Sampai
1989, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
Laporan Bank
Indonesia tahun 1997/1998, 1998/1999, 2000, 2001, 2002
3. NERACA
PEMBAYARAN
Pendahuluan
·
Neraca
pembayaran (balance of payment atau BOP) adalah catatan sitematis dari semua
transaksi ekonomi internasional (perdaganagn, investasi, pinjaman dan
sebagainya) yang terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dan penduduk
luar negeri selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya
dinyatakan dalam dollar AS.
·
Oleh karena
itu BOP sangat berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi
ekonomi dan posisi keuangan internasional suatu negara. Lembaga-lembaga
keuangan internasional, seperti IMF, bank dunia dan negara-negara donor juga
menggunakan BOP sebagai salah satu indikator dalam mempertimbangkan pemberian
bantuan keuangan keapda suatu negara.
·
Selain itu,
BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara di samping
variable-variabel ekonomi makro lainnya, seperti laju pertumbuhan PDB, tingkat
pendapatan per kapita, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata
uang domestik. (Tulus, T.H. Tambunan, Dr., 2001).
1.
SISTEMATIKA
NERACA PEMBAYARAN LN
·
Tujuan utama
pembuatan neraca pembayaran LN adlaah :
4)
Agar
otoritas moneter pemerintah mengetahui kedudukan (hubungan) keuangan
internasional,
5)
Untuk
membantu membuat kebijakan moneter dan fisikal
6)
Mengambil
kebijakan perdagangan dan pembayaran (hubungan keuangan internasional).
·
Transaksi
kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari
penduduk negara lain (tanda +). Transaksi debit adalah transaksi yang
menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain
(tanda -) (Nopirin, 1990)
·
Pos-pos
dalam neraca pembayaran LN. menurut model Bank Indonesia
a.
Transaksi
berjalan
b.
Modal diluar
sektor moneter
c.
Jumlah (a +
B)
d.
Selisih
perhitungan C dan E, dan
e.
Lalu lintas
moneter
·
Penyajian
neraca pembayaran LN menurut model IMF memuat
pos-pos
a.
Neraca
Barang dan Jasa
b.
Hibah
c.
Transaksi
berjalan (A + B)
d.
Lalu lintas
modal (D1 – Di Luar Sektor Moneter dan L2
sektor moneter)
e.
Selisih
perhitungan
(Laporan Bank Indonesia Tahun 2000)
TRANSAKSI BERJALAN (CURRENT ACCOUNT)
·
Transaksi
berjalan meliputi : transaksi perdagangan barang dan jasa, pendapatan hasil
invesasi (modal), dan transaksi unilateral.
Transaksi berjalan mengalami surplus bila
ekspor (barang dan jasa) lebih besar dari impor (barang dan jasa). Sebaliknya
akan mengalami defisit apabila impor lebih besar dari ekspor.
·
Sebelum
krisis ekonomi 1997 transaksi berjalan kita cenderungan tiap tahun mengalami
defisit, karena :
1)
Besarnya
pembayaran bunga pinjaman
2)
Besarnya
pembayaran ongkos angkutan dan asuransi
3)
Besarnya
pembayaran jasa-jasa lain. Defisit transaksi berjalan selalu diusahakan ditutup
dengan surplus pada neraca modal (lalulintas modal) melalui pinjaman luar
negeri.
·
Tahun-tahun
sesudah krisis ekonomi 1997, transaksi berjalan selalu mengalami surplus,
karena :
1)
Impor barang
menurun dengan drastis akibat melonjaknya kurs dolar AS
2)
Ekspor
barang cenderung terus meningkat akibat merosotnya nilai tuakr rupiah (lihat
Lampiran : Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001).
a.
MODAL DILUAR SEKTOR MONETER
·
Pos ini bisa
juga disebut Neraca Modal karena menyangkut transaksi modal, yaitu lalu lintas
modal yang terdiri dari : (1) lalu lintas modal pemerintah dan (2) lalu lintas
modal swasta.
Transaksi
modal meliputi penanaman modal langsung, utang – piutang jangka panjang
maupun jangka pendek, baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta.
·
Lalu lintas
modal pemerintah selama tahun 1997-1999 mengalami saldo positif (+) karena :
(a) penerimaan pinjaman pemerintah meningkat dan (b) pelunasan pinjaman menurun
akibat krisis ekonomi.
·
Lalu lintas
modal swasta menghasilkan saldo negatif
( - ) karena : (a) penanaman modal langsung (investor) menurun drastis
akibat capital flight, sedang, (b) lainnya (pelunasan/ angsuran utang LN )
melonjak tinggi akibat jatuh tempo.
b.
JUMLAH (A +
B)
· Pos ini
merupakan perhitungan antara saldo transaksi berjalan dengan saldo neraca modal
(modal di luar sektor moneter).
· Pada tahun
1997, 1998, 1999 : saldo transaksi berjalan (miliar $); -5,0, 4,1 dan 5,2.
Sedangkan saldo neraca modal (miliar $) berturut-turut 2,6,-3,9, -3,2. dengan
demikian julmah (A + B) ; $-2,4 miliar (1997) $0,2 miliar (1998) dan $2,0
miliar (1999)
c.
SELISIH
PERHITUNGAN C DAN E
·
Pos ini
merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak
sama dengan nilai transaksi debit (selisih “jumlah A + B” dengan “lalu lintas
moneter”). Dengan demikian total nilai sebelah kredit dan debit akan selalu
sama atau balance.
·
Hal ini
disebabkan karena keadaan tidak selalu memungkinkan adanya cukup pengetahuan
untuk menghasilkan pencatatan yang cukup sempurna mengenai transaksi
internasional. Beberapa rekening hanya merupakan dugaan saja. Rekening lain
dilaksanakan oleh perorangan, yang tidak seperti pengusaha bank, pedagang
perantara, pedaganga surat-surat berharga dan perusahaan besar, tidak melapor
dengan teratur mengenai kegiatan luar negeri mereka. Maka perlu menambah satu
rekening (pos) untuk kesalahan-kesalahan (errors and omission) agar terdapat
keseimbangan ke dua sisi dari neraca
(Kindleberger, 1983).
d.
LALU LINTAS
MONETER
· Transaksi
(rekening) ini sering disebut “accomodating” sebab merupakan transaksi yang
timbul sebagai akibat adanya transaksi lain. Transaksi lain disebut “autonomus”
sebab transaksi ini timbul dengan sendirinya, tanpa dipengaruhi oleh transaksi
lain, seperti transaksi berjalan, transaksi modal.
· Perbedaan
antara transaksi autonomus debit dan kredit diseimbangan dengan transaksi “lalu
lintas moneter”. Yang termasuk dalam transaksi lalu lintas moneter adalah mutasi dalam hubungan dengan
IMF, pasiva LN, aktiva LN.
Defisit atau surplus neraca pembayaran dapat
diketahui dari rekening in (Nopirin, 1990).
· Tahun1997
defisit $4,1 miliar (tanda +), tahun 1998, 1999 masing-masing surplus -$2,3
miliar, $3,4 miliar.
2.
ASPEK
LIKUIDITAS NERACA PEMBAHARAN LN
·
Tujuan
kebijakan neraca pembayaran LN berkaitan dengann aspek likuiditas dan aspek
solvabilitas :
(1) Aspek likuiditas : menyangkut tujuan jangka
pendek
(2) Aspek solvabilitas : menyangkut tujuan jangka
panjang
·
Aspek
likuiditas berkaitan dengan posisi dan perubahan cadangan devisa. Pemerintah
sangat peka terhadap posisi dan perubahan cadangan devisa. Pemerintah
menganggap bahwa posisi dan perubahan cadangan devisa sangat penting, karena
dua alasan :
(1) Kepercayaan penduduk Indonesia maupun
orang-orang luar negeri terhadap kurs devisa dan kebijakan ekonomi pemerintah
sangat dipengaruhi oleh perkembangan cadangan devisa. Sebab menurunnya cadangan
devisa bisa berakibat :
a.
Terjadinya
pelarian modal ke luar negeri
b.
Menurun/
berhentinya aliran m odal jangka pendek dan jangka panjang
c.
Keengganan
negara donor menambah/ memberi bantuan
(2) Cadangan devisa dapat dipakai untuk
melakukann tindakan penyesuaiann menghadapi fultuasi jangka pendek, sehingga
memberikan tenggang waktu kepada pemerintah untuk melakukan upaya kebijakann
penyesuaian yang diperlukan (Nopirin, 1990)
3.
CADANGAN
DEVISA
1)
Devisa dan
Valuta Asing
·
Devisa
(foreign exchange) menurut pasal 1 UU No. 32/1964 adalah :
a.
Saldo bank
resmi dari Bank Indonesia
b. Valuta asing
lainnya tidak termasuk uang logam, yang mempunyai catatan kurs resmi dari BI
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan
bahwa pengertian devisa mencakup baik valuta asing dalam bentuk simpanan dibank
maupun valuta asing dalam bentuk uang tunai tidak termasuk uang logam), yang
kedua-duanya mempunyai catatan kurs resmi di Bank Indonesia.
·
Menurut UU
No. 32/1964 dibedakan tiga jenis devisa :
(1) Devisa ready, yaitu devisa yang telah
dikreditkan ke dalam rekening bank dan siap untuk dipergunakan
(2) Devisa Ready, yaitu devisa yang belum
dikreditkan ke dalam rekening bank dan masih dalam proses penagihannya atau
masih menunggu jatuh tempo untuk dapat dipergunakan.
(3) Devisa tunai, yaitu devisa yang berupa uang
kertas asing atau bank note yang mempunyai catatan kurs resmi pada Bank
Indonesia.
Valuta Asing (foreign currency) atau valas
tidak lain adalah jenis devissa tunai seperti dimaksud di atas.
(Roselyne, Hutabarat, 1992)
2)
Konsep
Cadangan Devisa
·
Sesuai
kesepakatan dengan IMF, konsep pencatatan cadangan devisa oleh Bank Indonesia
perlu disesuaikan dengan metode yang dipakai secara internasional, yaitu
balance of payment manual IMF dan program special Data dissemination Standard
(SDDS) IMF.
Maksudnya
agar angka cadangan devisa Indonesia mudah dimengerti oleh semua pelaku
pasar internasional dan dapat diperbandingkan dengan dta negara-negara lain
sehinggga dapat memberi gambaran yang lengkap kondisi ekonomi Indonesia.
·
Sejak
Januari 1998 Bank Indonesia mengubah konsep cadangan devisa resmi menjadi
konsep aktiva luar negeri bruto (gross foreign assets = GFA). Di samping konsep
GFA, Bank Indonesia juga mengumumkan posisi cadangan luar negeri bersih (net
international reserve = NIR)
·
Pengertian
NIR adalah GFA dikurangi kewajiban-kewajiban BI dalam valuta asing, yaitu :
a.
Utang dalam
valuta asing dengan masa jatuh tempo sampai dengan 1 tahun (termasuk penggunaan
dana pinjaman IMF)
b.
Kewajiban
bersih valuta asing dalam rangka transaksi forward (net forward position)
c.
Simpanan
valuta asing bank-bank di BI dalam rangka pemenuhan ketentuan GWM dalam valuta
asing
3)
Posisi GFA
dan NIR
BI mengumumkan posisi GFA dan NIR dua kali
sebulan :
Posisi Cadangan Devisa (miliar $)
Items Maret
1998
Gross Foreign Assets 16.589,8
- Liquid reserves 1) 10.809,9
- Others reserve 2) 5.779,9
Loss gross foreign liabilities 2.940,9
Plus net forward position 3) -34,0
Loss reserve agains FCDs 4) 435,2
Equal Net Intgernational Reserves 13.179,7
Catatan :
1)
Liquid
reserve, termasuk emas, sekuritas dalam valas, deposito luar negeri lainnya dan
special drawwing right (SDR)
2)
Others
reserve terdiri dari : export draft, deposito di cabang-cabang luar negeri bank
nasional dan deposito yang ditempatkan di bank-bank asing untuk menggaransi L/C
3)
Claims
forward terhadap non resident dikurangi kewajiban forward
4)
FCDs =
foreign currency deposits
(Laporan Bank Indonesia, Tahun 2000)
4.
HUTANG LUAR
NEGERI
1)
Penyebab Meningkatnya
Utang LN
(1) Defisit Transaksi Berjalan (TB) Lima tahun sebelum krisis ekonomi (1992/1993
– 1996/1997) defisit TB masing-masing tiap tahun (jutaan) : $2,311; $2,740;
$3,248; $6,757 dan $7,847. Untuk menutup defisit itu pemerintah melakukan
pinjaman luar negeri.
(2) Meningkatnya Kebutuhan Investasi
·
Hampir
setiap tahun Indonesia menghadapi delima invesment-saving gap. Selama
tahun-tahun 1994, 1995, 1996, jumlah dana tabungan (triliun) : Rp 56,2; Rp
69,0;; Rp 88,3; Sementara kebutuhan investasi (triliun): Rp 71,4; Rp 96,4 dan
Rp 119,6.
·
Hal ini
mendorong meningkatnya pinjaman LN, terutama pinjaman sektor swasta. Di samping
kelangkaan dana, meningkatnya utang LN juga didorong oleh perbedaan tingkat
suku bunga.
(3) Meningkatnya Inflasi
·
Laju inflasi
tiga tahun menjelang krisis meningkat: 7,04% (1993/1994) ; 8,57% (1994/1995)
dan 8,86 (1995/1996). Hal ini mempengaruhi tingkat suku bunga, karena
ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal.
·
Suku bunga
krdit di Indonesia tinggi (1995/1996); kredit modal kerja 19,30%, kerdit
investasi 16,39%, sedangkan LIBOR 5,39% dan SIBOR 5,37%.
(4) Struktur perekonomian tidak efisien
ICOR menapai 4,9 (1984 – 1993) yang
seharusnya antara 3 – 3.5. Jadi ada pemborosan sekitar 30%, karena tidak
efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini
mendorong utang luar negeri.
2)
Posisi
Pinjaman Luar Negeri Indonesia
·
Posisi ugang
luar negeri Indonesia pada akhir 1996/1997 secara kesellruhan mencapai $109,3
miliar.
(1) Posisi pinjaman luar negeri sebelum krisis
Rincian
|
Posisi
31 Maret
1996
|
Posisi
31 Maret
1997
|
||
Miliar $
|
%
|
Miliar $
|
%
|
|
Pinjaman
pemerintah
Bilateral 1)
Multilateral
Lainnya
Pinjaman
swasta
|
58,6
38,3
19,3
1,0
47,8
|
55,1
36,0
18,1
0,9
44,9
|
53,3
35,2
17,2
0,9
56,0
|
48,8
32,2
15,7
0,8
51,2
|
Jumlah
|
106,4
|
100,0
|
109,3
|
100,0
|
Sumber : Laporan tahunan Bank Indonesia,
1996/1997
1) Termasuk pinjaman lama dan fasilias kredit
ekspor.
Dengan semakin besarnya peran sektor swasta
dalam perekonomian nasional, pangsa utangl aur negeri sektor swasta juga
semakin meningkat. Sedang percepatan pembayaran utang pemerintah dimaksudkan
untuk mengurangi beban utang luar negeri pada saat utang swasta meningkat.
(2) Posisi Pinjaman Luar Negeri Sesudah Krisis
Rincian
|
Posisi
31
Desember 1998
|
Posisi
31
Desember 1999
|
||
Juta $
|
%
|
Juta $
|
%
|
|
Pinjaman
pemerintah
Swasta
Bank
Non Bank
Surat Berharga
|
67.315
83.572
10.769
67.515
5.288
|
44,6
55,4
7,1
44,8
3,5
|
75.763
65.618
10.063
52.630
2.915
|
53,6
46,4
7,1
37,2
2,1
|
Jumlah
|
150.887
|
100,0
|
141.381
|
100,0
|
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia, 1999
·
Peningkatan
posisi utang pemerintah akibat penarikan pinjaman multilateral dan pinjaman IMF
serta dampak dari menguatnya mata uang yen Jepang terhadap dolar Amerika
Serikat.
·
Menurut
jangka waktu utang swasta non bank (akhir 1999) :
$46.7 miliar (84,1%) : lebih dari 3 tahun
(jangka panjang)
$ 3.1
miliar ( 4,7%) : lebih dari 1-3 tahun
(jangka menengah)
$ 5.7
miliar (10,3%) : lebih dari 1 tahun (jangka pendek)
3)
Restrukturisasi
Utang Luar Negeri Indonesia
·
Tingginya
beban pembayaran pokok utang swasta non bannk berkaitan utang yang baru
mencapai 14,5% dari $23,2 miliar.
·
Realiasi
restrukturisasi utang luar negeri Indonesia
Jenis
|
Posisi
31-12-98
|
Komitmen
Restrukturisasi
|
Realiasi
Restrukturisasi
99
|
||
Miliar $
|
Miliar $
|
%
|
Miliar $
|
%
|
|
Pemerintah
Swasta
Bank
Nonbank
|
67.3
83.6
10.8
72.8
|
4.7
29.5
6.3
23.2
|
6,9
35,3
58,3
31,9
|
3.8
9.6
6.2
3.4
|
80,1
32,5
98,4
14,7
|
Total
|
150.9
|
34.2
|
22,7
|
13.4
|
39,2
|
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia, 1999
4)
Indikator
Kelayakan Utang Luar Negeri
·
Rasio beban
utang luar negeri (DSR = Debt Service Ratio) dan rasio total utang terhadap PDB
tahun 1999 masing-masing mencapai 51,9% dan 108,5%.
·
Indikator
beban utang luar negeri Indonesia
Indikator
|
Persentase
|
Kriteria Bank Dunia
|
|||
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
||
DSR
Posisi utang/ ekspor
Posisi utang/ PDB
|
34,0
179,5
48,9
|
44,6
207,8
63,6
|
58,7
262,0
145,8
|
51,9
240,0
108,5
|
20,0
130-220
50-80
|
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 1999
·
Beberapa
indikator beban utang luar negeri sudah berada di atas standar yang sehat.
Beberapa rasio tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia untuk memenuhi
kewajiban luar negeri menjadi sangat terbatas.
5.
KURS VALUTA
ASING DAN DEVALUASI
Sifaat kurs valuta asing sangat tergantung
dari sifat pasar. Sifat pasar ada yang tetap, berubah-ubah atau diawasi. Maka
dikenal beberapa sistem kurs devisa:
1)
Sistem Kurs
Deivsa Tetap (Fixed Exchange Rate)
·
Pada masa
berlaku sistem standar emas kurs antar valuta asing dikaitkan dengan kandungan
(isi) emas yang ada pada tiap mata uang asing (kurs sesuai dengan perbandingan
berat emas yang terkandung pada mata uang yang bersangkutan).
·
Pada standar
kertas seperti sekarang, yang dimaksud fixed exchange rate adalah suatu sistem
devisa di mana pemerintah menetapkan tingkat kurs mata uang negara tersebut
dengan mata-mata uang negara lain dan brusahauntuk mempertahankannya dengan
berbagai kebijakan secara sadar, seperti :
a.
Tindkan-tindakan
tidak langsung berupa : (1) pembleian mata uang sendiri dengan mata uang asing
oleh Bank Sentral atau (2) sebaliknya penjualan mata uang sendiri apabila
tingkat kurs dipasar melonjak di atas tingkat kurs yang ditetapkan.
b.
Tindakan-tindakan
langsung berupa penjatahan devisa pada tingkat kurs yang ditetapkan. Dalam hal
ini tidk ada “pasar devisa” dalam arti sebenarnya.
2)
Sistem Kurs
Mengambang (Floating/ Flexible Exchange Rate)
· Pada sistem
ini kurs satu mata uang dengan mata uang lain dibiarkan untuk ditentukan secara
bebas oleh tarik-menarik kekuatan pasar.
· Keuntungan
sistem ini bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs
keseimbangan, sehingga tidak ada pasar gelap, tidak ada masalah surplus atau
defisit neraca pembayaran (Boediono, 1994).
3)
Perencanaan
Devisa (Exchange Control)
· Dalam sistem
ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi
valuta asing. Tujuannya untuk mencegah aliran modal ke luar.
· Menghadapi
jumlah devisa yang lebih kecil dibandingkan perminataan, maka pemerintah
melakukan alokasi di dalam penggunaannya yakni dengan melakukan multiple
exchange rata.
Sampai dewasa ini Indonesia menganut regim
devisa bebas dalam arti setiap penduduk bebas menerima, menyimpan dann
menggunakan devisa.
Dalam rangka melaksanakan sistem deivsa
bebas, Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 24 tahun 1999 tentang lalu
lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
1)
Sistem
Devisa bebas
· Undang-undang
No. 24 tahun 1999 ini menegaskan bahwa Indonesia tetap menganut sistem devisa,
sehingga memungkinkan setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan
menggunakan devisa yang dimilikinya.
· Prinsip
devisa bebas tetap dipertahankan dengan pertimbangann Indonesia masih
memerlukan dana luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang belum
sepenuhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri dalam rangka lebih mempercepat
pembangunan. Selain itu, aliran modal masuk tersebut juga diperlukan untuk
menutup defisit transaksi berjalan yang sebelum krisis mencapai sekitar 3% dari
PDB.
2)
Pelaporan
Lalu Lintas Devisa
· Sistem
devisa bebas dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan terhadap
kestabilan-kestabilan ekonomi bila tidak disertai sikap kehati-hatian seluruh
pelaku ekonmi dan tidak tersedia data mengenai keluar masuknya modal ke
Indonesia.
· Karena itu
dalam undang-undang ini diatur mengenai pelaporan dan pemantauan kegiatan lalu
lintas devisa:
a. Bank
Indonesia berwenang meminta keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas
devisa yang dilakukan oleh penduduk.
b. Setiap
penduduk diwajibkan untuk memberikan keterangan dan data dimaksud, secara
langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No.1/9/PBI/1999, mengatur kewajiban bank dan LKNB
menyampaikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu – lintas devisa,
meliputi transaksi devisa, posisi aset dan kewajiban finansial kepada Bank
Indonesia.
3)
Surat Edaran
Bank Indonesia No.1/9/DSM/1999 mengatur teknis pelaporan, antara lain memuat
ketentuan sanksi:
(1) Terlambat melapor : Denda Rp
5.000.000/ hari keterlambatan
(2) Tidak menyampaikan laporan : Denda Rp 100.000.000 + denda keterlambatan
(3) Laporan tidak lengkap dan atau tidak benar : Denda Rp 100.000/ perkekurangan/tidak
benar sampai max. Rp. 100.000.000,-
(4) Tidak menyampaikan laporan 6 periode
berturut-turut atau paling lama 6 bulan.
·
DEVALUASI
¨
Dalam
kenyataan kurs valuta asing tidak stabil karena kenaikan harga umum di suatu
negara berbeda dengan kenaikan harga umum negara lain (partner)
¨
Rumus Teori
Purchasing Power Parity (PPP)
IHDx / IHDn
Pn-x = ------------------
IHFx / IHFn
Keterangan :
Pn-x = Paritas Daya Beli Tahun s/d x
IHD =
Indeks Harga Konsumen Dalam Negeri
IHF = Indeks Harga Konsumen Luar Negeri
n = tahun dasar
x = tahun x
¨
Rasio
paritas yang semakin tinggi berarti kenaikan harga umum dalam negeri lebih
tinggi dibandingkan luar negeri. dengan kata lain terjadi penilaian lebih
(overvalue) terhadap mata uang dalam negeri. Maka untuk menyesuaikan kurs mata
uang dilakukan kebijakan devaluasi. Yaitu menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap mata uang luar negeri (asing).
·
ALASAN,
TUJUAN DAN AKIBAT DEVALUASI
1.
Alasan
Devaluasi: karena telah terjadi ketidak-seimbangan (defisit) neraca pembayaran.
Dalam persetujuan perjanjian IMF. Artikel IV
section 5 9a) dan (f) disebutkan bahwa “negara-negara anggota menyetujui untuk
tidak perlu menyampaikan usul pada IMF mengenai perubahan paritas kurs mata
uangnya, kecuali bila dianggap perlu melakukan koreksi atas suatu disekuilibrium
fundamental neraca pembayaran. IMF sendiri akan menyetujui perubahan kurs itu
apabila IMF menganggap perbaikan itu perlu dijalankan”.
2.
Tujuan
Devaluasi :
(1) Untuk merangsang perluasan ekspor akibat
penerimaan yang bertambah dari para eksportir
(2) Untuk menurunkan impor karena bertambah mahal
akibat kenaikan kurs.
(3) Dengan meningkatnya ekspor dan menurunnya
impor maka neraca pembayaran seimbang (tidak defisit) dan diharapkan cadangan
devisa akan bertambah.
3.
Akibat
Devaluasi
Harga barang-barang yang menggunakan bahan
baku impor akan naik akibat naiknya kurs dan pada akhirnya harga barang-barang
lain juga akan naik.
5. ASPEK
SOLVABILITAS NERACA PEMBAYARAN LUAR NEGERI
Bagaimana
peran ekspor-impor terhadap perekonomian nasional bisa dilihat dari berbagai
indikator, seperti : (1) saldo transaksi berjalan, (2) rasio ekspor-impor
terhadap PDB dan (3) dinilai tukar perdagangan (terms of trade)
1.
Perkembangan
Saldo Transaksi Berjalan
·
Transaksi
Berjalan (TB) adalah perhitungan antara saldo ekspor-impor barang dengan saldo
ekspor-impor jasa atau kalau digabung TB adalah perhitungan antara ekspor
barang dan jasa dengan impor barang dan jasa.
Perkembangan Ekspor, Impor dan
Saldo TB (1973-1990) (dalam juta $)
Periode
|
Ekspor Barang dan Jasa
|
Impor Barang dan Jasa
|
Saldo TB, Termasuk Off Transfer
|
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
|
3,306
7,464
7,025
8,774
10,929
11,327
15,552
22,241
24,878
21,274
19,866
22,152
20,139
15,972
18,832
21,370
25,411
29,455
|
3,836
6,915
8,160
9,696
11,006
12,754
14,602
19,432
25,694
26,732
26,318
24,175
22,150
20,142
21,187
23,021
26,858
32,038
|
-476
598
-1,109
-907
-51
-1,413
980
3,011
-566
-5,324
-6,338
-1,856
-1,923
-3,911
-2,098
-1,397
-1,108
-2,369
|
Sumber : IMF, International Financial Statistic (dikutip dari : Tulus T. H.
Tambunan, 1996).
·
Hampir
setiap tahun TB mengalami saldo defisit ( - ) kecuali pada tahun-tahun 1974,
1979 dan 1980 yaitu pada masa oil boom I dan II.
2.
Rasio Ekspor
Impor terhadap PDB
·
Besar
kecilnya rasio ekspor impor terhadap PDB menunjukkan besar-kecilnya peranan
atau sumbangan perdagangan luar negeri terhadap PDB. Makin bsar rasio ekspor
impor terhadap PDB, makin besar sumbangan ekspor impor terhadap PDB, yang
berarti pula makin besar pengaruh perdagangan luar negeri terhadap perekonomian
nasional.
·
Tahun 1980
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar $69,800 miliar, nilai ekspor saat
itu $21,909 miliar dan nilai impor $10,909 maka kalau kita hitung rasio ekspor
– impor erhadap PDB pada tahun 1980 sebesar 47,0%. Rasio itu pada tahun
1996/1997 meningkat menjadi 55,7%, karena saat itu jumlah PDB sebesar $231,400
miliar, sedang total nilai ekspor + impor sebesar $128,913 miliar.
·
Besarnya %
nilai ekspor dan impor terhadap PDB tersebut menunjukkan bahwa keterpaduan ekonomi
Indonesia masih lemah. Ekonomi Indonesia sangat tergantung pada ekonomi luar
negeri.
6.
EFEK NILAI TUKAR PERDAGANGAN (TERMS OF TRADE)
·
Pengaruh
Perdagangan luar negeri dapat diketahui melalui indikator indeks nilai tukar
perdagangan (terms of trade) perubahan terms of trade (TOT) dari tahun ke tahun
akan mempengaruhi besarnya pendapatan domestik bruto (GDY = Gross Domestic
Yield). Untuk mengetahui berapa besar pengaruh TOT terhadap GDY.
·
Contoh
Perhitungan :
Tabel Ekspor Impor menurut Harga Berlaku dan
Harga Konstan 1993 (miliar rupiah)
Uraian
|
1998
|
2002
|
Ekspor harga berlaku (XB)
Ekspor harga konstan (XK)
Impor harga berlaku (MB)
Impor harga konstan (MK)
PDB s/d harga konstan 1993
|
506.244,8
134.707,2
413.058,1
132.400,7
376.374,7
|
559.941,9
116.907,1
459.631,1
97.985,1
426.740,5
|
Perhitungan
ENT dan GDY 1998, 2002 (miliar rupiah)
Uraian
|
1998
|
2002
|
Indeks harga berlaku (Px)
Indeks harga konstan (Pm)
Term of Trade (TOT)
Kapasitas Impor (Cm)
Efek Nilai Tukar (ENT)
GDY s/d harga 1993
|
375,8%
312,0%
120,5%
162.258,0
27.550,8
403.925,5
|
487,5%
469,1%
103,9%
121.496,9
4.589,8
431.330,3
|
·
Harga ekspor
dan impor konstan 2002 lebih kecil dibandingkan harga ekspor dan impor konstan
1998, menyebab TOT menurun dari 120,5 (1998) menjadi 103,9 (2002), sehingga ENT
tahun 2002 hanya Rp 4.589,8 miliar dibandingkan ENT tahun 1998 sebesar Rp
27.550,8 miliar.
7. ANALISIS
KEBIJAKAN NERACA PEMBAYARAN LN
Kebijakan
ekonomi internasional dalam arti luas adalah tindakan/ kebijakan ekonomi
pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,
arah serta bentuk dari pada perdagangan dan pembayaran internasional. Dalam arti sempit kebijakan ekonomi
internasional adalah tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah yang secara
langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional.Instrumen
kebijakan ekonomi internasional meliputi : (1) kebijakan perdagangan
internasional; (2) kebijakan pembayaran internasional; (2) kebijakan bantuan
luar negeri.
1)
KEBIJAKAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
a.
Cakupan
kebijakan meliputi tindakan pemerintah terhadap transaksi-transaksi dalam
b.
TINDAKAN/
KEBIJAKAN PEMERINTAH :
(1)
Mengundangkan
UU No.5/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat: untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha;
(2)
Menurunkan
tarif pajak ekspor (beberapa produk tertentu): untuk meningkatkan daya saing.
(3)
Mendirikan
PT. Bank Ekspor Indonesia (BEI): menyediakan pembiayaan, penjaminan, jasa
konsultasi dan usaha lain untuk meningkatkan ekspor.
2)
KEBIJAKAN
PEMBAYARAN INTERNASIONAL
a.
Kebijakan
ini meliputi tindakan/ kebijakan pemerintah rekening modal (Modal di Luar
Sektor Moneter): menyangkut lalu lintas modal masuk dan keluar.
b.
Tindakan/
kebijakan pemerintah :
1. Penghapusan
pembatasan penanaman modal asing (PMA): di bidang perkebunan kelapa sawit,
perdagangan eceran dan grosir.
2.
Pengesahan
kerangka kerja sama investasi antar ASEAN
3.
Mengundangkan
UU No. 24/ 1999 tentang lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
4.
Peraturan
BI, PBI No.1/9/PBI/1999: ketentuan mengenai kewajiban pelaporan lalu lintas
(kegiatan) devisa melalui Bank dan LKBB.
3)
KEBIJAKAN
BANTUAN LUAR NEGERI
a.
Kebijakan
bantuan luar negeri adalah tindakan/ kebijakan pemerintah yang berhubungan
dengan bantuan (grants), pinjaman (loans):
b.
Tindakan/
kebijakan pemerintah :
Pemerintah bersama bank Indonesia meneruskan
upaya penyelesaian masalah utang luar negeri dan dalam negeri salah satu
penyelesaian utang luar negeri adalah :
(1)
Pemerintah
melanjutkan kesepakatan Frankfrut 4 Juni 1998 mengenai restrukturisasi utang
jangka pendek antar bank melalui pertemuan di London 29 Maret 1999.
(2)
Hasil
kesepakatan pertemuan London: menukarkan utang luar negeri antar bank (exchange
offer) yang jatuh tempo antara 1-4-1999 s/d 31-12-2001 dengan utang baru yang
jatuh tempo antara tahun 2002 hingga tahun 2005.
(3)
Fasilitas
yang diberikan kepada para debitor dan kreditor untuk menyelesaikan masalahnya
melalui PRAKASA JAKARTA dan INDRA (Indonesia Debt Restruturing Gency)
DAFTAR
BACAAN
1.
Tambunan,
Tulus, T.H., Dr., Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.
2.
Nopirin,
Dr., Ekonomi Internasional, …… 1990
3.
Kindleberer,
Ekonomi Internasional, Terjemahan oleh Rudy P. Sitompul, Penerbit
Erlangga, jakarta, 1983.
4.
Hutaba rat,
Roselyne, Dra., Transaksi Ekspor-Impor, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1992.
5.
Boediono,
Dr., Ekonomi Internasional, Diterbitkan oleh BPFE, Yogyakarta, 1994.
6.
Opposunggu,
H.M.T., Kebijaksanaan Devaluasi di Indonesia, Penerbit Erlangga,
jakarta, 1985.
7.
Triyono
Widodo, Suseno Hg. Indikator Ekonomi, Dasar Perhitungan Perekonomian
Indonesia, Penerbit Kanisius, 1995.
8.
Bank
Indonesia, Laporan Bank Indonesia, Tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar